OJK Menyoroti Dua Kendala Krusial UMKM Raih Akses Pembiayaan Perbankan

Seorang pejabat OJK sedang berbicara di podium, menjelaskan tentang pembiayaan UMKM. Di latar belakang, terlihat ilustrasi orang-orang dengan berbagai jenis usaha mikro dan kecil (petani, pedagang online, pengrajin) yang sedang beraktivitas. Nuansa serius dan inovatif.


IDNEWSUPDATE.COM -  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Kamis, 11 Desember 2025, mengungkapkan dua faktor utama yang menyebabkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya segmen ultra mikro dan super mikro, menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan dari perbankan. Pernyataan ini disampaikan oleh Djoko Kurnijanto dalam sebuah acara Media Luncheon yang diselenggarakan oleh International Labour Organization (ILO) di Jakarta, Kamis (11/12/2025).

Menurut Djoko Kurnijanto, Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, hambatan utama adalah pendekatan perbankan yang masih sangat bergantung pada agunan atau aset. 

“Kita selama ini, masih berbasis kolateral atau aset. Itu adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari. Ketika kita mengajukan kredit di bank, pas pertama kali ditanya adalah kolateralnya apa? Artinya, saat ini lending (pemberian dana) itu sebagian besar masih terhalang pada kolateral yang berbasis aset,” jelasnya.

Situasi ini menjadi kendala serius bagi banyak pelaku UMKM, seperti petani dan peternak, yang umumnya tidak memiliki aset besar untuk dijadikan jaminan. Meskipun pemerintah telah mengalokasikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga Rp300 triliun, bank-bank tetap enggan menyalurkan dana karena ketiadaan agunan yang dapat menjamin pengembalian pinjaman.

Masalah kedua yang diidentifikasi OJK adalah minimnya riwayat kredit pada sebagian besar UMKM. Kondisi ini menyebabkan bank kesulitan menilai kelayakan kredit karena kurangnya informasi historis pembayaran dan kepatuhan finansial calon debitur. Akibatnya, banyak UMKM kehilangan kesempatan untuk mengakses modal yang diperlukan.

Solusi Inovatif OJK: Pemeringkatan Kredit Alternatif

Untuk mengatasi kendala ini, OJK memperkenalkan model bisnis Pemeringkatan Kredit Alternatif (PKA). PKA adalah sistem penilaian kredit yang memanfaatkan data alternatif untuk membentuk profil finansial masyarakat. Data tersebut bisa berasal dari riwayat penggunaan telepon, aktivitas e-commerce, pembayaran utilitas, hingga kepatuhan pembayaran pajak.

Djoko Kurnijanto menekankan bahwa PKA memberikan solusi bagi mereka yang tidak memiliki riwayat kredit atau aset. “Jadi ketika kemudian seseorang tidak mempunyai credit history, tidak mempunyai aset, tapi dia punya informasi yang lain, penggunaan telepon, e-commerce, penggunaan utilitas, kemampuan membayar pajak-pajak, itu dapat dirangkaikan untuk menggambarkan profil seseorang,” ujarnya. 

Ia menambahkan, “Jadi ketika seseorang tidak dapat di capture profilnya hanya karena dia tidak mempunyai riwayat kredit, kasihan dong dia, kasihan mereka tidak punya credit history, kasihan mereka tidak punya aset, akses pembiayaannya (menjadi) berhenti.”

Model PKA terbukti di dunia internasional mampu meningkatkan performa kredit, karena bank dapat memperoleh informasi tambahan yang komprehensif mengenai profil calon debitur. Dengan demikian, penggabungan data riwayat kredit tradisional dengan data alternatif dari PKA dapat secara signifikan meningkatkan kualitas dan jangkauan penyaluran kredit perbankan. 

“Jadi ketika bank menggabungkan antara credit history dengan alternatif, itu dapat meningkatkan performa dari bank atau kualitas kredit itu sendiri,” pungkas Djoko.