Indonesia Perkuat Strategi Nasional Hadapi Ancaman Narkotika Sintetis Global



IDNEWSUPDATE.COM -  Badan Narkotika Nasional (BNN) RI menegaskan perlunya respons nasional yang lebih adaptif terhadap bahaya narkotika sintetis di Sidang ke-68 Komisi PBB untuk Narkotika (CND) di Wina, Austria pada Jumat, (5/12/2025) lalu. Pernyataan ini disampaikan sebagai bagian dari upaya kolektif global dalam mengatasi peredaran zat-zat berbahaya seperti nitazenes dan prekursor desainer yang kian merajalela.

Kepala BNN RI, Komisaris Jenderal Polisi Suyudi Ario Seto, menyoroti kecepatan perkembangan narkotika sintetis di berbagai belahan dunia. Beliau menekankan bahwa Indonesia berkomitmen untuk berpartisipasi aktif dalam forum internasional.

"Indonesia akan terus berperan aktif dalam forum internasional untuk memastikan setiap kebijakan global berbasis ilmiah, berimbang, dan memperhitungkan kepentingan keamanan kesehatan publik," ujar Suyudi, sebagaimana dilansir Antaranews di Jakarta, Kamis (11/12/2025).

Untuk menghadapi ancaman yang terus berubah ini, Indonesia memerlukan peningkatan signifikan dalam kapasitas laboratorium, pengembangan sistem deteksi dini yang canggih, serta penerapan standar toksikologi yang memadai. Langkah-langkah ini krusial untuk mengantisipasi masuknya jenis narkotika baru ke dalam negeri dan mendukung penerapan model penjadwalan berbasis kelas (class-based scheduling) bagi zat sintetis berisiko tinggi.

Dalam Sidang CND tersebut, posisi Indonesia yang tegas, konsisten, dan konstruktif dalam mendukung rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendapat apresiasi luas. BNN RI juga dipuji atas komitmennya dalam memperkuat kemampuan laboratorium nasional yang menjadi garda terdepan dalam perang melawan narkotika.

Dinamika Narkotika Sintetis Global dan Rekomendasi WHO

Sidang ini tidak hanya membahas implementasi tiga Konvensi Internasional Pengendalian Narkotika, tetapi juga menganalisis tren global narkotika sintetis serta rekomendasi teknis dari WHO. Badan PBB untuk urusan narkoba dan kejahatan (UNODC) melaporkan lonjakan drastis New Psychoactive Substances (NPS), dari 254 jenis menjadi lebih dari 1.400 jenis dalam satu dekade terakhir. Dari jumlah tersebut, 168 opioid sintetis telah teridentifikasi, menunjukkan skala ancaman yang membesar.

Tren peningkatan ini sejalan dengan maraknya peredaran prekursor desainer dan kelompok zat sintetis baru seperti nitazenes, yang kini menjadi fokus perhatian utama negara-negara anggota. Komite Ahli tentang Ketergantungan Narkoba (ECDD) WHO merekomendasikan dua jenis nitazenes untuk dimasukkan ke Jadwal I Konvensi 1961, serta MDMB-Fubinaca ke Jadwal II Konvensi 1971. Selain itu, perdebatan mengenai status daun koka juga mencuat, dengan Indonesia mendukung rekomendasi WHO agar tetap berada di Jadwal I.

Dinamika geopolitik turut mewarnai jalannya persidangan, mulai dari pembahasan operasi antinarkotika hingga sorotan negara-negara Asia dan Afrika terkait penanganan opioid sintetis. Sidang juga mengevaluasi implementasi Resolusi 68/6 mengenai pembentukan Panel Ahli Independen, yang nantinya akan memainkan peran vital dalam menyusun analisis ilmiah untuk kebijakan global narkotika.