Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi Mayndra Eka Wardhana, menyatakan bahwa penyebaran ideologi kekerasan ini terjadi melalui komunitas daring spesifik dan permainan online yang mengandung unsur kekerasan.
"Terpapar dari berbagai platform yang beraliran True Crime Community, game online berbasis kekerasan (Gore)," ujar Mayndra pada Rabu (31/12/2025).
Mayndra menjelaskan bahwa meskipun anak-anak tersebut menggunakan simbol dan narasi ekstrem, mereka tidak sepenuhnya menganut ideologi Neo Nazi dan White Supremacy sebagai keyakinan murni. Sebaliknya, paham-paham tersebut justru dijadikan sebagai pembenaran atas tindakan kekerasan yang mereka lakukan.
Lebih lanjut, Mayndra mengungkapkan bahwa sebagian besar senjata yang ditemukan dari anak-anak yang terpapar ideologi ekstrem tersebut bukanlah senjata api sungguhan, melainkan senjata mainan dan pisau yang diperoleh dengan mudah melalui transaksi daring. "Senjata mainan dan pisau kebanyakan dari pembelian online," tegasnya.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melaporkan bahwa 112 anak di 26 provinsi terpapar radikalisme di ruang digital melalui game online dan media sosial sepanjang tahun 2025. Rentang usia anak yang terpapar rata-rata 13 tahun, dengan usia terendah 10 tahun dan tertinggi 18 tahun.
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Eddy Hartono menambahkan bahwa anak-anak yang terpapar menjadi perhatian serius negara, dan BNPT bersama tim terkait terus memastikan upaya rehabilitasi, pendampingan psikososial, serta perlindungan hak anak berjalan optimal.
Sumber : viva.co.id

Posting Komentar