IDNEWSUPDATE.COM - Bencana alam yang melanda tiga provinsi di Pulau Sumatra, yakni Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, dinilai berpotensi mengganggu signifikan aktivitas ekonomi nasional akibat kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) yang tinggi. Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CoRE), menyoroti dampak serius terhadap infrastruktur, produksi, dan konsumsi yang perlu menjadi perhatian.
Faisal menjelaskan bahwa kontribusi gabungan ketiga provinsi terdampak bencana ini terhadap PDB nasional mencapai sekitar 9 hingga 10 persen. "Kalau dari share-nya itu sekitar 9% tiga provinsi ini, hampir 10% itu cukup besar menurut saya," ujarnya seperti dilansir Media Indonesia pada Jumat (5/12).
Ia melanjutkan, "Jadi ketika mereka menghadapi bencana yang cukup masif, itu sudah menimpa belasan kabupaten/kota, ini akan banyak mengganggu tentu saja aktivitas ekonomi, merusak infrastruktur dan lain-lain. Dan akan ada dampaknya ke perekonomian dari terganggunya aktivitas produksi dan juga konsumsi baik itu oleh masyarakat, rumah tangga, maupun oleh industri dan juga pelaku usaha."
Menurut Faisal, skala kerusakan akibat bencana di ketiga provinsi tersebut menyerupai kondisi pasca-tsunami di Aceh pada tahun 2004. Ia menambahkan, "Dan kalau kita melihat bagaimana kejadiannya dulu di 2004, dampaknya terhadap ekonomi di Aceh waktu itu sampai mengalami kontraksi pertumbuhan ekonominya di, bukan hanya di 2004 pada saat terkejadian tsunami, tapi juga di tahun-tahun berikutnya."
Dampak Jangka Panjang dan Proyeksi Ekonomi
Mengacu pada pengalaman masa lalu, Faisal memprediksi bahwa jika pemerintah terlambat dalam penanganan rekonstruksi pasca-bencana, pertumbuhan ekonomi dapat melambat hingga tahun berikutnya. Dampak pada kuartal keempat tahun ini mungkin tidak terlalu besar karena kejadian bencana yang berlangsung di bulan Desember.
Namun, "di kuartal satu (2026) justru yang bisa jadi lebih besar dampaknya kontraksi pertumbuhannya. Dan secara nasional ini bisa jadi juga mengoreksi pertumbuhan, potensi pertumbuhan yang tadinya bisa di atas 5%, nah ini mungkin hanya di 5,0% mungkin di batas bawahnya," terang Faisal. Ia menegaskan, kontraksi ekonomi pada kuartal pertama 2026 akan lebih terasa karena kerusakan masif tidak dapat dipulihkan dalam waktu singkat.
