Waspadai Gejala Tersembunyi Stroke yang Mengintai Usia Muda







IDNEWSUPDATE -  Stroke, kondisi medis serius yang mengancam nyawa dan sering diidentikkan dengan usia lanjut, kini juga menjadi perhatian serius bagi kelompok dewasa muda; para ahli memperingatkan adanya gejala tersembunyi yang sering luput dari perhatian, terutama Obstructive Sleep Apnea (OSA), yang dapat berujung pada konsekuensi fatal jika tidak segera ditangani.

Persepsi bahwa stroke adalah "penyakit orang tua" telah usang. Kini, semakin banyak kasus stroke yang dilaporkan pada individu di bawah usia 45 tahun, bahkan usia 30-an. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan profesional medis dan masyarakat luas. 

Dampak stroke sangatlah serius; dalam hitungan menit, jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat, kondisi ini dapat menyebabkan penurunan mobilitas seumur hidup, kecacatan permanen, bahkan kematian. 


"Stroke terjadi saat aliran darah ke otak tersumbat atau pembuluh darah pecah, memutus suplai oksigen. Hal ini menyebabkan sel mati dalam hitungan menit, mengarah pada konsekuensi yang mengancam nyawa. Stroke adalah salah satu penyebab kematian dan disabilitas dalam waktu lama di seluruh dunia," ujar ahli bedah saraf Sunil Kutty.

Pernyataan ini menggarisbawahi betapa krusialnya kecepatan intervensi medis. Berbagai penelitian, termasuk studi pada tahun 2020, telah menunjukkan bahwa pasien yang menerima perawatan dalam rentang waktu 0-90 menit setelah gejala muncul, memiliki peluang yang jauh lebih baik untuk pemulihan yang signifikan dalam tiga bulan. 

Kunci untuk mencapai penanganan cepat ini adalah pengenalan gejala. Namun, di sinilah letak tantangannya bagi kelompok usia dewasa muda; gejala stroke pada mereka seringkali tidak disadari atau bahkan salah diinterpretasikan.

Ancaman Tersembunyi Pemicu Stroke Berulang

Salah satu "gejala tersembunyi" yang kini semakin mendapat sorotan sebagai faktor risiko stroke, khususnya pada usia muda, adalah Obstructive Sleep Apnea (OSA). Kondisi ini merupakan gangguan pernapasan terkait tidur yang paling umum, di mana penderitanya berulang kali berhenti dan memulai pernapasan saat tidur. Jeda pernapasan ini, yang disebut apnea, dapat berlangsung selama beberapa detik hingga menit dan terjadi berkali-kali sepanjang malam.

Hubungan antara OSA dan stroke sangat erat, seperti yang diungkapkan oleh Amit Kulkarni. "Sekitar 50-70 persen orang yang mengalami stroke juga mengalami sleep apnea. Obstructive sleep apnea (OSA) kini diakui sebagai salah satu faktor risiko stroke berulang," ujar praktisi kesehatan di Sakra World Hospital Bengaluru itu. 

Kaitan ini sangat signifikan. Ketika seseorang mengalami apnea, kadar oksigen dalam darahnya menurun drastis, menyebabkan stres pada jantung dan pembuluh darah, yang pada akhirnya meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, aritmia, dan kerusakan pembuluh darah. Faktor-faktor ini secara langsung berkontribusi pada peningkatan risiko stroke. 

Lebih lanjut, penelitian yang diterbitkan di New England Journal of Medicine telah menemukan bahwa OSA secara signifikan meningkatkan risiko stroke atau kematian. Tinjauan lain yang dimuat dalam jurnal Sleep Disorders & Stroke juga merekomendasikan pemantauan OSA secara berkelanjutan pada pasien stroke, mengingat prevalensinya yang tinggi dan dampaknya terhadap proses pengobatan.

Kulkarni juga memberikan peringatan keras mengenai risiko berulang bagi penderita stroke muda yang mengabaikan OSA.  "Bahkan di antara orang dewasa muda, OSA itu muncul sebagai kunci penyebab stroke berulang. Jika OSA tidak ditangani pada pasien stroke, ada peluang 50 persen stroke berulang dalam kurun waktu dua tahun," terangnya.

Gejala Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang Sering Terabaikan

Mengenali gejala OSA adalah langkah pertama yang vital untuk pencegahan stroke, terutama pada dewasa muda yang mungkin belum menyadari risiko ini. Gejala OSA dapat dibagi menjadi dua kategori: yang terjadi saat tidur dan yang terlihat di siang hari. Melansir dari Mayo Clinic, berikut adalah tanda-tanda yang perlu diwaspadai:

  • Gejala saat tidur:
    • Mendengkur keras yang seringkali mengganggu tidur pasangan.
    • Episode henti napas yang diamati oleh orang lain saat tidur.
    • Terengah-engah atau tersedak saat bernapas di tengah tidur.
    • Bangun dengan mulut kering atau sakit tenggorokan.
    • Sakit kepala yang terasa di pagi hari.
    • Insomnia atau kesulitan untuk tetap tidur.
  • Gejala di siang hari:
    • Mengantuk yang berlebihan di siang hari (hipersomnia), bahkan setelah tidur cukup di malam hari.
    • Kesulitan berkonsentrasi, fokus, atau mengingat.
    • Mudah tersinggung atau perubahan suasana hati yang sering.
    • Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan.

Sayangnya, banyak dari gejala ini, terutama mendengkur, sering dianggap sepele atau "normal" oleh sebagian orang. Kelelahan di siang hari juga kerap dikaitkan dengan jadwal padat atau gaya hidup, tanpa pernah menghubungkannya dengan masalah pernapasan saat tidur. Kurangnya kesadaran inilah yang menjadikan OSA sebagai "musuh dalam selimut" yang berpotensi memicu stroke pada usia muda.

Oleh karena itu, jika Anda atau orang terdekat mengalami kombinasi gejala di atas, sangat disarankan untuk segera berkonsultasi dengan profesional medis. Diagnosis dini dan intervensi yang tepat untuk OSA tidak hanya dapat meningkatkan kualitas tidur dan hidup secara keseluruhan, tetapi yang lebih penting, juga dapat secara drastis mengurangi risiko terjadinya stroke, terutama stroke berulang pada kelompok usia muda.