Dubes Hermono Peringatkan Bahaya Bekerja Ilegal di Malaysia



IDNEWSUPDATE.COM

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Malaysia, Dato' Indera Hermono, baru-baru ini mengeluarkan peringatan tegas kepada seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) agar tidak mencoba bekerja di Malaysia tanpa mengikuti prosedur resmi. Peringatan ini disampaikan dalam sebuah siniar KBRI Kuala Lumpur, menyoroti beragam risiko serius yang mengintai para pekerja nonprosedural.

Dubes Hermono menggarisbawahi banyaknya kerawanan yang muncul akibat praktik kerja ilegal, terutama bagi pekerja domestik. "Jadi teman-teman jangan coba-coba masuk ke Malaysia untuk bekerja dengan cara melanggar aturan. Jangan kerja 'kosongan' lah istilahnya," tegasnya. Ia menambahkan bahwa pemerintah Malaysia kini semakin gencar melakukan operasi penegakan hukum terhadap Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI), yang berujung pada deportasi dan masa tunggu yang tidak nyaman di bandara.

Otoritas Malaysia juga telah memperketat pengawasan di bandara dan pelabuhan dengan membentuk Agensi Kawalan dan Perlindungan Sempadan (AKPS). Agensi ini bertugas mengawasi ketat orang asing yang dicurigai akan bekerja atau melakukan pelanggaran. "Dalam beberapa bulan terakhir ini saya sering mendapatkan laporan dari masyarakat ataupun dari otoritas di Malaysia, banyak warga negara kita yang ditolak masuk ke Malaysia, istilahnya NTL, not to land, tidak diizinkan untuk masuk ke Malaysia, karena dicurigai akan bekerja (nonprosedural)," jelas Dubes Hermono.

Selain ancaman penangkapan dan deportasi, bekerja secara nonprosedural juga membuka celah lebar bagi perlakuan sewenang-wenang dari oknum majikan. Berbagai laporan menunjukkan kasus tidak dibayar gaji, penganiayaan, hingga kesulitan mengakses layanan kesehatan karena ketiadaan izin kerja dan asuransi. "Kami banyak menerima pengaduan masyarakat, orang-orang kita yang sakit di sini, tidak ada yang membiayai, karena tidak ada permitnya. Kalau ada permitnya kan ada asuransinya," ungkap Dubes Hermono.

Risiko Tinggi bagi Pekerja Domestik Ilegal

Dubes Hermono secara khusus menyoroti risiko yang jauh lebih besar bagi pekerja asing di sektor domestik atau rumah tangga yang berstatus nonprosedural, terutama para perempuan. Ia kembali menegaskan, "Terutama bagi mereka mbak-mbak (perempuan) ya, yang kerja di rumah tangga. Jangan sekali-kali 'kosongan'. Saya ingatkan jangan sekali-kali kerja 'kosongan' di sektor rumah tangga. Karena ini risikonya jauh-jauh lebih besar."

Kasus-kasus yang dilaporkan mencakup pekerja rumah tangga ilegal yang tidak digaji selama puluhan tahun hingga korban penganiayaan fisik parah. "Ada yang disiksa, disiram air panas sampai luka. Ada luka permanen dan lain-lain," tuturnya. Data KBRI menunjukkan bahwa sekitar 95 persen kasus pengaduan terkait pekerja tidak dibayar, penganiayaan, dan penelantaran menimpa perempuan di sektor rumah tangga, dengan 97 persen di antaranya adalah pekerja nonprosedural.

Meskipun Indonesia dan Malaysia telah memiliki Nota Kesepahaman (MoU) terkait perlindungan PMI di sektor domestik, keberadaan MoU ini menjadi sia-sia jika para pekerja masih memilih jalur ilegal. Dubes Hermono juga menekankan bahwa bekerja melalui prosedur yang benar justru lebih hemat biaya, sebab majikan tidak boleh memungut biaya, berbeda dengan jalur nonprosedural yang seringkali dikenakan potongan gaji berbulan-bulan.

Sebagai langkah preventif, Dubes Hermono juga mendorong pihak imigrasi di Indonesia untuk memperketat pencegahan calon pekerja migran nonprosedural melalui pemeriksaan profil yang ketat. Upaya ini diharapkan dapat menekan jumlah pekerja migran ilegal dan meningkatkan perlindungan bagi WNI di luar negeri.