
IDNEWSUPDATE.COM- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menargetkan peningkatan penerimaan negara hingga Rp6 triliun dari penerapan bea keluar emas yang akan segera diundangkan, sebuah langkah strategis untuk memperkuat keuangan negara sekaligus mendorong hilirisasi komoditas berharga ini di tengah tingginya harga emas global. Kebijakan ini juga bertujuan untuk menjaga ketersediaan suplai emas di pasar domestik, mengingat Indonesia merupakan negara dengan cadangan emas terbesar keempat di dunia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa penetapan bea keluar emas merupakan bagian integral dari upaya pemerintah untuk mengoptimalkan potensi pendapatan negara dari sektor pertambangan. Ia mengungkapkan target penerimaan yang signifikan dari kebijakan ini, dengan proyeksi angka berkisar antara Rp2 triliun hingga Rp6 triliun.
"Saya lupa angkanya berapa triliun, sekitar Rp2 triliun–6 triliun,” ucap Purbaya ketika ditemui di Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut, Purbaya menjelaskan bahwa alasan utama di balik inisiatif ini adalah untuk meningkatkan pendapatan negara dan meninjau kembali nilai ekspor emas Indonesia yang selama ini mungkin belum sepenuhnya dioptimalkan. "Jadi, nanti kita lihat berapa sih pendapatan yang bisa kita dapat dari pertambangan itu,” ujarnya.
Senada dengan Menkeu, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengonfirmasi bahwa kementerian dan lembaga terkait telah menyepakati besaran bea keluar emas. Tarif yang disepakati berada dalam rentang 7,5 persen hingga 15 persen. Penetapan tarif ini tidak hanya berorientasi pada penguatan penerimaan negara, tetapi juga sejalan dengan agenda hilirisasi komoditas strategis. Febrio menekankan bahwa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur bea ini akan segera diterbitkan, mengingat kebijakan ini merupakan amanat langsung dari Undang-Undang APBN 2026.
Penerapan bea keluar ini juga datang pada waktu yang sangat tepat, bertepatan dengan momentum melonjaknya harga komoditas emas di pasar internasional. Febrio mengungkapkan bahwa harga emas global telah mencapai lebih dari 4.000 dolar AS (sekitar Rp66,89 juta, dengan kurs 1 dolar AS = Rp16.722) per troy ons di kuartal IV 2025. Kondisi ini memberikan peluang emas bagi pemerintah untuk memaksimalkan potensi pendapatan dari sektor pertambangan yang bernilai tinggi. Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) terkait bea keluar emas ini akan dikenakan pada berbagai bentuk olahan emas, meliputi dore, granul, cast bars, hingga minted bar, memastikan cakupan yang komprehensif dan efektif.
Dorong Hilirisasi dan Ketersediaan Emas Domestik
Selain fokus pada penerimaan negara, kebijakan bea keluar emas juga memiliki tujuan strategis untuk mendorong hilirisasi dan memastikan ketersediaan pasokan emas di pasar domestik. Febrio Kacaribu menyoroti tingginya permintaan emas untuk tujuan investasi di dalam negeri, khususnya melalui lembaga keuangan syariah dan umum seperti PT Pegadaian dan PT Bank Syariah Indonesia (BSI). Tingginya permintaan ini kerap kali menyulitkan lembaga-lembaga tersebut dalam memenuhi kebutuhan pasokan.
"Cukup sulit bagi mereka (Pegadaian dan BSI) untuk mendapatkan emas saat ini. Padahal kita (Indonesia) adalah (negara dengan) cadangan (emas terbesar) nomor empat dunia," tutur Febrio.
.