IDNEWSUPDATE - Belakangan ini, jagat maya dihebohkan dengan narasi mengenai potensi kandungan mikroplastik dalam air hujan, khususnya di wilayah DKI Jakarta, memicu kekhawatiran publik tentang implikasinya bagi kesehatan dan lingkungan. Isu yang beredar luas ini bukanlah isapan jempol semata, melainkan telah dikonfirmasi oleh studi ilmiah yang mengungkap adanya partikel plastik mikroskopis dalam curah hujan di ibu kota.
Fakta ini telah dikonfirmasi oleh sebuah studi ilmiah prestisius yang diterbitkan dalam jurnal Marine Pollution Bulletin pada tahun 2022. Penelitian tersebut secara tegas menunjukkan bahwa air hujan di Jakarta memang membawa serta partikel-partikel mikroplastik. Muhammad Reza Cordova, salah satu peneliti yang terlibat dalam riset tersebut, menjelaskan, "Memang benar bahwa partikel plastik berukuran mikroskopis, jauh lebih halus dari partikel debu, turut serta dalam setiap tetesan air hujan," seperti dikutip dari detikhealth pada Kamis (16/10).
Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa temuan ini tidak serta merta menjadikan setiap tetesan air hujan di Jakarta beracun secara instan. Sebaliknya, hal ini menyoroti adanya kontaminasi yang tak terlihat namun persisten, yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.
Asal-usul dan Perjalanan Mikroplastik di Atmosfer Kota Megapolitan
Penelitian tersebut mengidentifikasi beragam jenis mikroplastik yang terbawa oleh air hujan. Yang paling umum ditemukan adalah serat sintetis, meliputi poliester dan nilon, yang lazim ditemukan pada pakaian. Selain itu, ada pula fragmen plastik berukuran mikro yang berasal dari degradasi kemasan plastik dan benda-benda lainnya. Tak kalah mengkhawatirkan, ditemukan juga polibutadiena, sebuah polimer sintetis yang merupakan komponen utama dari ban kendaraan.
Reza Cordova lebih lanjut memaparkan bahwa keberadaan mikroplastik ini tak terlepas dari intensitas aktivitas antropogenik di perkotaan metropolitan. Sumber utamanya meliputi pelepasan serat dari tekstil sintetis saat mencuci dan mengeringkan pakaian, abrasi ban dan komponen kendaraan saat melaju di jalanan, residu pembakaran terbuka limbah plastik yang sering terjadi di pinggiran kota, serta proses degradasi alami dari berbagai produk plastik yang terpapar lingkungan terbuka seperti sinar UV dan gesekan fisik. Semua aktivitas ini menghasilkan partikel plastik yang sangat kecil, mudah tersebar ke udara.
Karena dimensinya yang sangat kecil, Reza menjelaskan, partikel mikroplastik ini mampu diangkut oleh hembusan angin, naik hingga ke lapisan atmosfer. Di sana, mereka bercampur dengan uap air dan partikel lain, berfungsi sebagai inti kondensasi atau sekadar terperangkap dalam awan, dan kemudian kembali ke permukaan bumi bersama presipitasi hujan. Fenomena ini menciptakan siklus polusi yang terus-menerus, di mana polutan yang dihasilkan di darat dapat kembali lagi ke darat, bahkan menyebar ke area yang lebih luas.
Reza juga menyoroti potensi bahaya lain: "Mikroplastik ini berpotensi membawa zat kimia aditif yang digunakan dalam proses produksinya, atau bahkan menarik serta mengikat polutan lain yang menempel di permukaannya." Ini berarti, selain menjadi partikel asing, mikroplastik juga bisa menjadi ‘kendaraan’ bagi berbagai zat berbahaya lain seperti logam berat atau senyawa organik persisten, memperparah ancaman bagi lingkungan dan kesehatan.
Ancaman Tak Kasat Mata: Dampak Mikroplastik bagi Kesehatan Manusia
Keberadaan mikroplastik bukan sekadar isu lingkungan; ia menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan manusia. Ukurannya yang nanometer hingga mikrometer memungkinkan partikel-partikel ini mudah masuk dan diserap oleh sistem biologis kita, baik melalui pernapasan, konsumsi makanan dan minuman, maupun kontak kulit.
Komite ahli gabungan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menggarisbawahi beberapa potensi risiko kesehatan yang terkait dengan paparan mikroplastik, di antaranya:
- Gangguan Sistem Endokrin: Zat aditif kimiawi yang terkandung dalam plastik, seperti ftalat dan bisfenol A (BPA), berpotensi mengganggu fungsi normal sistem endokrin. Sistem ini merupakan jaringan kelenjar yang bertanggung jawab memproduksi hormon penting dalam tubuh untuk mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan, fungsi jaringan, hingga suasana hati. Gangguan pada sistem endokrin dapat memicu berbagai masalah hormonal, metabolik, dan reproduksi.
- Perubahan Sistem Kekebalan Tubuh dan DNA: Ukuran mikroplastik yang sangat kecil memungkinkannya menembus hingga ke pembuluh darah kapiler dan sel-sel tubuh. Ada dugaan kuat bahwa partikel-partikel ini dapat berinteraksi dengan sistem kekebalan tubuh, memicu respons inflamasi (peradangan) yang kronis. Lebih jauh lagi, beberapa penelitian awal menunjukkan potensi mikroplastik untuk menyebabkan perubahan pada struktur DNA, yang merupakan cetak biru genetik kehidupan, berpotensi memicu berbagai penyakit, termasuk kanker.
Fenomena mikroplastik dalam air hujan di Jakarta adalah pengingat keras akan jejak polusi manusia yang tak terlihat. Ini bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga ancaman nyata bagi kesehatan kolektif. Upaya mitigasi, mulai dari pengelolaan sampah yang lebih baik, pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, hingga inovasi dalam teknologi daur ulang dan penangkapan polutan udara, menjadi sangat krusial untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi generasi mendatang.
