Kasus ini menyoroti celah pengawasan internal yang serius dalam institusi kepolisian, mengingat jumlah senjata yang dicuri tidak sedikit dan jangkauan penyebarannya yang meluas. Hilangnya sembilan unit senjata api dari gudang penyimpanan resmi tentu menimbulkan pertanyaan besar mengenai prosedur keamanan dan akuntabilitas di lingkungan kepolisian.
Dampak dari kejadian ini bukan hanya soal kerugian materiil, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum yang seharusnya menjaga keamanan, bukan malah menjadi pelaku kejahatan.
Kronologi Terungkapnya Skandal
Pengungkapan kasus ini bermula pada awal Oktober lalu, ketika Kapolda NTT, Irjen Pol Rudi Darmoko, mengeluarkan Petunjuk dan Arahan (Jukrah) strategis. Jukrah tersebut menginstruksikan seluruh satuan kerja (satker) dan satuan wilayah (satwil) di lingkungan Polda NTT untuk melaksanakan Analisis dan Evaluasi (Anev) pengelolaan senjata api secara menyeluruh. Inisiatif Kapolda ini menjadi titik awal terkuaknya praktik penyalahgunaan wewenang dan pencurian yang telah lama tersembunyi.
Menindaklanjuti arahan tersebut, sebuah tim khusus dibentuk, dipimpin oleh Kepala Biro Logistik (Karolog) Kombes Pol Aldinan Manurung dan Kepala Bidang (Kabid) Propam Polda NTT, AKBP Muhammad Andra Wardhana. Tim ini bertugas melakukan pemeriksaan dan pengecekan detail terhadap inventaris senjata di gudang. Dari hasil audit tersebut, terkuaklah fakta mencengangkan: sembilan pucuk senjata api dinyatakan hilang dan diduga telah dicuri. Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra, mengonfirmasi hal ini dalam keterangan tertulisnya. "Total ada sembilan pucuk yang disalahgunakan atau digelapkan dari gudang senjata," kata Henry.
Setelah diketahui adanya kehilangan, Biro Logistik dan Bidang Propam segera membentuk tim investigasi untuk melacak keberadaan senjata-senjata tersebut. Penelusuran intensif ini membuahkan hasil signifikan. Awalnya, dua pucuk senjata api dinas berhasil ditemukan di wilayah Bali. "Ditemukan di wilayah Bali dua pucuk senjata api dinas yang diidentifikasi milik Polda NTT," tutur Henry, meskipun ia tidak merinci proses penyitaannya. Temuan di Bali ini kemudian menjadi petunjuk kuat untuk pengembangan kasus lebih lanjut. Dari hasil pengembangan tersebut, tujuh pucuk senjata api tambahan akhirnya ditemukan di berbagai lokasi di wilayah Polda NTT. Tak hanya itu, tim dari Propam Polda NTT juga berhasil menangkap dan mengamankan seorang oknum anggota Polda NTT yang diduga kuat sebagai pelaku utama dalam aksi pencurian dan penggelapan sembilan pucuk senjata api ini. Meskipun identitas pelaku dan jenis-jenis senjata yang dicuri belum dirinci kepada publik, proses hukum terus berjalan.
Kasus pencurian senjata api oleh oknum anggota Polri ini menjadi pukulan telak bagi institusi kepolisian dan menuntut respons tegas. Saat ini, proses penyelidikan untuk mengungkap seluruh jaringan dan motif di balik hilangnya sembilan pucuk senjata api ini terus dilakukan secara intensif oleh Bidang Propam dan Biro Logistik Polda NTT. Penegakan hukum internal menjadi prioritas utama untuk membersihkan institusi dari oknum-oknum yang mencoreng nama baik Polri.
Kombes Pol Henry Novika Chandra menegaskan komitmen Polda NTT untuk mengatasi masalah ini dengan serius. "Kami terus mengintensifkan pengawasan internal untuk memastikan setiap aset senjata api dikelola dengan akuntabilitas tinggi, sesuai dengan jukrah [petunjuk dan arahan] terkait anev [analisis dan evaluasi] jukrah senjata api yang telah kami tindak lanjuti melalui audit menyeluruh oleh Karo Log dan Kabid Propam," ujarnya.
Langkah-langkah ini diambil tidak hanya untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, tetapi juga untuk memperkuat fondasi integritas institusi kepolisian. "Langkah ini tidak hanya mencegah potensi penyimpangan, tetapi juga memperkuat integritas institusi Polri secara keseluruhan," sambungnya.
