Penyakit mematikan ini telah menjadi momok yang membayangi kaum hawa di Tanah Air. Dengan lebih dari separuh kasus baru yang terdeteksi berakhir dengan kematian, kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius. Tanpa penguatan deteksi dini yang signifikan, proyeksi menunjukkan bahwa angka kasus bisa melonjak hingga 70 persen pada tahun 2050. Data dari Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022 turut menguatkan gambaran ini, menempatkan kanker payudara sebagai jenis kanker paling umum di kalangan perempuan global, dengan 2,3 juta kasus baru dan 666 ribu kematian setiap tahun.
Di Indonesia, beban akibat kanker payudara tidak hanya terbatas pada aspek medis, melainkan juga merambah ke dimensi sosial dan ekonomi. Tingginya angka kasus baru setiap tahun menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, terutama dalam hal kesadaran dan akses terhadap fasilitas skrining.
Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan kanker payudara di Indonesia adalah keterlambatan diagnosis. Banyak perempuan baru menyadari adanya penyakit ini ketika sudah memasuki stadium lanjut, seringkali secara tidak sengaja saat menjalani pemeriksaan kesehatan rutin atau bahkan karena gejala yang sudah parah.
Dokter Agnes, Kepala Departemen Medical Check Up MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, menyoroti fenomena ini. "Kanker payudara sering kali terdeteksi secara tidak sengaja saat pasien menjalani medical check-up," ujarnya dalam sebuah acara Peringatan Bulan Kepedulian Kanker Payudara di Jakarta pada akhir Oktober lalu. Ia menambahkan, "Bahkan banyak yang baru tahu ketika sudah stadium lanjut karena tidak ada gejala yang dirasakan." Pernyataan ini menggarisbawahi betapa pentingnya kewaspadaan, bahkan ketika tubuh tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas.
Padahal, kondisi kritis ini sebenarnya bisa dicegah melalui langkah-langkah sederhana yang dapat dilakukan secara mandiri atau dengan bantuan medis. Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) secara rutin dan mammografi setahun sekali bagi perempuan di atas usia 40 tahun adalah dua tindakan preventif yang sangat direkomendasikan. Langkah-langkah proaktif ini terbukti efektif dalam mendeteksi anomali sejak dini, sehingga meningkatkan peluang kesembuhan secara signifikan.
Lebih lanjut, dampak kanker payudara meluas melampaui kesehatan fisik. Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan bahwa kanker payudara merupakan tantangan multidimensional. "Biaya pengobatan tinggi, produktivitas menurun, dan ada dampak psikologis besar bagi pasien serta keluarga," papar Nadia. Konsekuensi ini sangat memukul pasien dan orang-orang terdekat mereka, terutama karena sebagian besar pasien datang dalam kondisi stadium lanjut, yang secara drastis mengurangi peluang mereka untuk sembuh sepenuhnya.
Menyadari skala permasalahan ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI telah mengambil langkah strategis. Peluncuran Rencana Aksi Nasional Kanker 2024-2034 menjadi bukti komitmen untuk memperkuat program skrining dan deteksi dini di seluruh pelosok Indonesia. Inisiatif ini diharapkan dapat menjangkau lebih banyak perempuan dan mengubah pola diagnosis yang selama ini cenderung terlambat.
Namun, jalan menuju perubahan masih diwarnai oleh berbagai tantangan. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan infrastruktur. Dari sekitar 3.000 rumah sakit di Indonesia, hanya sekitar 200 rumah sakit yang saat ini dilengkapi dengan alat mammografi. Kesenjangan ini menciptakan hambatan besar bagi perempuan yang ingin melakukan skrining dini, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil.
Menyikapi hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah menetapkan target ambisius. "Tahun 2024 kami berkomitmen agar setiap rumah sakit provinsi memiliki alat mammografi. Saat ini, baru kurang dari 100 kabupaten/kota yang punya," tegas Nadia. Komitmen ini memberikan secercah harapan bahwa akses terhadap fasilitas deteksi dini akan semakin merata di masa mendatang, sehingga lebih banyak perempuan memiliki kesempatan untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang cepat.
Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya SADARI dan mammografi, didukung oleh perluasan akses fasilitas kesehatan, akan menjadi kombinasi powerful untuk memerangi ancaman kanker payudara. Dengan kerja sama dari berbagai pihak, masa depan yang lebih sehat bagi perempuan Indonesia bukan lagi sekadar impian, melainkan sebuah realitas yang dapat diwujudkan.