Survei Poltracking : Mayoritas Responden Inginkan Reshuffle Kabinet Prabowo Jilid Keempat






IDNEWSUPDATE-  Sebuah survei terbaru dari Poltracking Indonesia menyoroti sentimen publik yang signifikan, di mana 37,9 persen responden menilai Presiden Prabowo Subianto perlu kembali merombak susunan kabinetnya, kurang dari sebulan setelah menjabat satu tahun. Hasil ini menunjukkan adanya harapan besar masyarakat terhadap peningkatan kinerja pemerintahan.

Dalam kurun waktu satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, tercatat sudah tiga kali perombakan kabinet dilakukan. Namun, data terbaru dari Poltracking Indonesia, yang dirilis pada Minggu (19/10/2025), mengungkapkan bahwa hampir 38 persen masyarakat masih merasa perlu adanya perombakan lebih lanjut. Angka ini jauh melampaui 26,4 persen responden yang menganggap reshuffle tidak diperlukan.

Survei ini melibatkan 1.220 responden dari berbagai wilayah Indonesia, dilaksanakan pada periode 3 hingga 10 Oktober 2025. Dengan menggunakan metode multistage random sampling dan margin of error +/- 2,9 persen, hasil survei ini memberikan gambaran representatif mengenai pandangan publik. Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda, dalam konferensi persnya, secara lugas menyampaikan temuan ini, menegaskan adanya dorongan kuat dari masyarakat untuk evaluasi kabinet.

Sektor-Sektor Prioritas yang Disorot

Hanta Yuda merinci beberapa bidang kementerian yang paling banyak disoroti dan dinilai perlu dirombak oleh publik. Sektor-sektor tersebut mencakup bidang perekonomian, yang kerap menjadi barometer stabilitas negara; bidang hukum, HAM, imigrasi dan pemasyarakatan yang berkaitan erat dengan keadilan dan hak asasi warga; bidang pangan yang vital untuk ketahanan nasional; bidang infrastruktur dan pembangunan wilayah yang menjadi tulang punggung pemerataan pembangunan; hingga bidang politik dan keamanan yang menjaga stabilitas negara.

Masyarakat tidak hanya mengidentifikasi bidang-bidang yang perlu perombakan, tetapi juga memberikan alasan kuat di balik penilaian mereka. Poltracking mencatat beberapa faktor utama yang mendorong desakan reshuffle:

  • Kinerja Menteri Kurang Memuaskan: Ini menjadi alasan paling dominan dan penentu. Publik menilai bahwa output dan efektivitas kerja para menteri belum memenuhi ekspektasi.
  • Penyalahgunaan Jabatan: Sebanyak 54,6 persen responden menyoroti isu penyalahgunaan kekuasaan atau posisi.
  • Tidak Cocok/Tidak Sesuai dengan Kementerian: Sekitar 6,2 persen responden merasa bahwa beberapa menteri tidak memiliki kapasitas atau relevansi yang sesuai dengan bidang yang dipimpinnya.
  • Menteri Rangkap Jabatan sebagai Ketua Umum Partai: Isu rangkap jabatan ini, yang disebut oleh 6 persen responden, menimbulkan kekhawatiran akan konflik kepentingan.
  • Jarang Turun ke Masyarakat: Kurangnya interaksi langsung dengan rakyat menjadi keluhan dari 5,9 persen responden, yang mengindikasikan bahwa menteri dianggap kurang memahami permasalahan di lapangan.

Hanta Yuda secara khusus menekankan faktor kinerja sebagai pendorong utama. "Faktor kinerja menteri yang kurang memuaskan ini menjadi faktor yang paling determinan ketika ingin melakukan reshuffle kabinet, kenapa diperlukan pergantian, karena faktor kinerja, bukan faktor kasus hukum dan sebagainya," tegas Hanta. Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa desakan reshuffle lebih didasari oleh evaluasi objektif terhadap capaian kerja, bukan semata-mata karena kasus hukum atau isu lainnya.

Evaluasi Satu Tahun Pemerintahan dan Sorotan Lain

Tepat pada 20 Oktober 2025, pemerintahan Prabowo-Gibran genap satu tahun. Dalam periode tersebut, setidaknya sudah tiga kali perombakan kabinet dilakukan, dengan pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa sebagai contoh terbaru. Pergantian ini, meskipun sudah terjadi, menunjukkan dinamika dalam upaya penyelarasan tim kerja. Namun, survei Poltracking mengindikasikan bahwa upaya tersebut belum sepenuhnya memuaskan harapan publik.

Sejalan dengan temuan Poltracking, survei lain dari Center of Economic and Law Studies (Celios) juga turut menyoroti kinerja pejabat publik. Melibatkan 1.338 responden di 34 provinsi, Celios merekomendasikan sepuluh pejabat dengan kinerja terburuk untuk di-reshuffle. Beberapa nama yang disebut antara lain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, Menteri HAM Natalius Pigai, serta Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Daftar ini memperkuat indikasi bahwa ada sejumlah pos kementerian yang memang sedang dalam sorotan tajam masyarakat terkait efektivitas dan kontribusi mereka terhadap kemajuan bangsa.