Anemia Jadi Ancaman Produktivitas dan Kualitas SDM Indonesia

A diverse group of young Indonesian women, looking healthy and energetic, engaged in various productive activities like studying, working on laptops, and collaborative discussions. The background is bright and modern, subtly featuring elements symbolizing national development or traditional Indonesian patterns. The overall mood is positive, highlighting women's potential and productivity when free from health issues like anemia. The women should have a confident and empowered expression.

IDNEWSUPDATE - Anemia merupakan ancaman serius bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan, khususnya pada kaum wanita, karena dampaknya yang meluas mulai dari penurunan produktivitas hingga risiko kesehatan fatal bagi ibu hamil dan anak. Fenomena kekurangan darah ini, yang seringkali tidak disadari, berpotensi menghambat potensi generasi penerus bangsa.

Kondisi medis yang ditandai dengan kurangnya sel darah merah yang sehat ini bukan sekadar masalah kelelahan biasa. Anemia memiliki konsekuensi jangka panjang yang merugikan. Bagi anak-anak, stunting, gangguan pertumbuhan fisik, dan masalah neurokognitif menjadi bayang-bayang nyata. Sementara pada ibu hamil, risiko komplikasi persalinan, bayi lahir prematur, hingga kematian ibu dan bayi meningkat drastis. Namun, di balik semua dampak tersebut, ada satu fakta mencengangkan: wanita jauh lebih rentan terhadap kondisi ini dibandingkan pria, menjadikannya isu krusial yang memerlukan perhatian serius dari seluruh elemen masyarakat.

Anemia: Musuh dalam Selimut Produktivitas

Dampak anemia terhadap individu dan negara tidak bisa diremehkan. Bayangkan jutaan wanita yang seharusnya menjadi penggerak ekonomi dan pembangunan, justru terhambat oleh kondisi fisik yang lemah. Produktivitas menurun, semangat belajar merosot, dan kehadiran di tempat kerja atau sekolah sering terganggu. Praktisi Kesehatan, dr. Rovy Pratama, menyoroti secara langsung bagaimana anemia ini menjadi penghalang utama bagi kemajuan wanita di Indonesia.

“Anemia itu jadi penyebab wanita tidak produktif di Indonesia. Sering sekali tidak hadir sekolah ataupun absen kerja, itu sebagian terjadi karena anemia,” ungkap dr. Rovy Pratama pada Minggu (12/10/2025).

Pernyataan dr. Rovy menegaskan bahwa anemia bukan hanya masalah kesehatan personal, melainkan isu makro yang menggerogoti potensi kolektif bangsa. Ketika seorang wanita, baik sebagai pelajar, pekerja, atau ibu rumah tangga, tidak dapat berfungsi optimal karena anemia, efek domino akan terasa di berbagai sektor kehidupan, mulai dari kualitas keluarga hingga daya saing nasional.

Penyebab Tingginya Risiko Anemia pada Wanita

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa wanita menjadi kelompok yang paling rentan terhadap anemia? dr. Rovy Pratama menjelaskan bahwa wanita memiliki setidaknya tiga dari empat faktor utama yang memicu kondisi kekurangan darah ini. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan dan seringkali luput dari perhatian.

Salah satu penyebab paling signifikan dan universal adalah menstruasi. Setiap bulan, wanita mengalami kehilangan darah yang tidak dapat dihindari, yang secara otomatis mengurangi cadangan zat besi dalam tubuh. Jika asupan zat besi dari makanan tidak mencukupi untuk menggantikan kehilangan tersebut, maka tubuh akan secara bertahap mengalami defisiensi zat besi, yang pada akhirnya berujung pada anemia.

Selain menstruasi, pola hidup dan kebiasaan makan juga berperan besar. dr. Rovy Pratama menyoroti kebiasaan populer yang justru merugikan penyerapan zat besi: konsumsi minuman tinggi susu seperti kopi dan matcha. Produk susu dan kafein, meskipun digemari banyak orang, mengandung senyawa yang dapat menghambat penyerapan zat besi non-heme (zat besi yang berasal dari tumbuhan) di dalam usus. Akibatnya, meskipun seseorang mungkin sudah mengonsumsi makanan kaya zat besi, efektivitas penyerapannya menjadi berkurang secara signifikan jika diiringi dengan minuman tersebut.

Faktor lain yang turut berkontribusi, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam kutipan, namun umum terjadi pada wanita, adalah kebutuhan nutrisi yang meningkat selama kehamilan dan menyusui. Pada masa ini, tubuh wanita membutuhkan zat besi dalam jumlah yang jauh lebih besar untuk mendukung perkembangan janin dan produksi ASI. Tanpa asupan yang memadai, risiko anemia menjadi sangat tinggi.

Untuk mengatasi masalah anemia pada wanita, edukasi mengenai pentingnya gizi seimbang, terutama asupan zat besi, menjadi krusial. Konsumsi makanan kaya zat besi seperti daging merah, hati, sayuran hijau gelap, dan kacang-kacangan perlu ditingkatkan. Penting juga untuk memahami bagaimana cara meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya dengan mengonsumsi sumber vitamin C bersamaan dengan makanan kaya zat besi, dan menghindari minuman yang menghambat penyerapan zat besi saat makan. Dengan kesadaran dan tindakan preventif yang tepat, kita dapat bersama-sama membangun generasi wanita Indonesia yang lebih sehat, produktif, dan berdaya saing tinggi.