IDNEWSUPDATE.COM - Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) RI memberikan peringatan tegas kepada para pelaku usaha mengenai kewajiban menerima pembayaran tunai dalam bentuk rupiah. Penjual atau merchant yang secara sengaja menolak pembayaran tunai rupiah dapat dikenakan sanksi pidana yang diatur dalam undang-undang.
Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah, menegaskan bahwa rupiah adalah alat pembayaran yang sah dan wajib diterima di seluruh penjuru Indonesia. Ketentuan ini secara eksplisit tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. "Sesuai undang-undang tersebut, rupiah adalah alat pembayaran yang sah dan berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, tidak diperkenankan bagi pihak manapun menolak penggunaan mata uang rupiah di dalam negeri," ujar Said dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (27/12/2025).
Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap sebuah video yang beredar luas di media sosial. Video tersebut menampilkan seorang konsumen lanjut usia yang ditolak pembayaran tunainya oleh sebuah toko roti, di mana toko tersebut hanya melayani transaksi melalui QRIS. Kejadian ini memicu perdebatan publik mengenai kepatuhan terhadap aturan pembayaran di Indonesia.
Said Abdullah menilai penting adanya peningkatan edukasi dari pemerintah dan DPR kepada masyarakat serta pelaku usaha agar tidak ada lagi penolakan pembayaran tunai rupiah. Menurutnya, persoalan ini bukan hanya sekadar masalah pelayanan, melainkan juga berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum yang serius.
Dorongan untuk Edukasi dan Penegakan Aturan Pembayaran
Said Abdullah mendorong agar Bank Indonesia (BI) secara aktif mengedukasi masyarakat mengenai status rupiah sebagai mata uang nasional yang sah, meskipun tren transaksi digital semakin meningkat. "Penggunaan pembayaran nontunai kami dukung, tetapi jangan sampai menutup opsi pembayaran tunai. Selama belum ada revisi aturan, pembayaran tunai rupiah wajib diterima," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa di banyak negara maju sekalipun, pembayaran tunai masih tetap dilayani sebagai opsi. Sebagai contoh, Singapura yang memiliki sistem cashless sangat maju, masih menerima pembayaran tunai hingga batas tertentu. Selain itu, kondisi geografis Indonesia yang belum sepenuhnya terjangkau jaringan internet dan tingkat literasi keuangan masyarakat yang masih relatif rendah juga menjadi alasan kuat mengapa opsi pembayaran tunai harus tetap tersedia.
"Oleh karena itu, BI perlu menekankan hal ini kepada para pelaku usaha dan menindak pihak yang menolak penggunaan rupiah sebagai mata uang nasional," pungkas Said.
Sumber : cnnindonesia.com