Kemenkes Soroti Krisis Gerak di Kalangan Remaja Indonesia yang Minim Aktivitas Fisik




IDNEWSUPDATE.COM -  Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan data mengejutkan mengenai tingkat aktivitas fisik remaja Indonesia. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI), mayoritas remaja usia 10-14 tahun cenderung malas bergerak atau kurang beraktivitas fisik, memicu kekhawatiran serius terhadap kesehatan generasi muda.

Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes, Maria Endang Sumiwi, menjelaskan bahwa hasil SKI menunjukkan 58 persen remaja berusia 10-14 tahun masuk kategori malas bergerak atau "mager". 

Angka ini disusul oleh lansia di atas 65 tahun sebesar 52,8 persen dan remaja usia 15-19 tahun sebesar 50 persen. "Di SKI itu kita mengukur aktivitas fisik, memang ini ditanya saja, tetapi ini hasilnya remaja itu banyak mager-nya, 58 persen usia 10-14 tahun, disusul lansia usia lebih dari 65 tahun sebesar 52,8 persen, dan remaja usia 15-19 tahun 50 persen, jadi kita banyak mager. Nah, alasannya apa? Enggak ada waktu atau malas," ungkap Maria dalam acara Indonesia Sports Summit 2025,  Minggu (7/12//2025) di Jakarta.

Maria menambahkan bahwa Indonesia saat ini menghadapi "krisis gerak" di mana aktivitas fisik sehari-hari masyarakat masih tergolong rendah. Selain itu, hasil Cek Kesehatan Gratis (CKG) terhadap 62 juta orang menunjukkan bahwa masalah kesehatan utama pada anak usia sekolah adalah tingkat kebugaran yang rendah, mencapai 60,1 persen.

Fenomena kurangnya aktivitas fisik juga melanda kelompok dewasa. Maria membeberkan bahwa 95 persen orang dewasa tidak melakukan olahraga secara teratur, yang didefinisikan sebagai 30 menit setiap hari selama lima hari seminggu, atau minimal 150 menit per minggu sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). "Nah, pada usia dewasa, kalau ini yang kita tanyakan betul-betul kegiatan olahraga ya, itu 95 persennya tidak melakukan olahraga teratur, maksudnya setiap hari 30 menit dan setiap minggu lima hari. Jadi, itu sudah ada standarnya dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), minimal seminggu 150 menit berolahraga, nah kita itu yang teratur masih sedikit," jelasnya. Meskipun tren klub lari dan olahraga tertentu mulai berkembang di kota-kota besar, Maria menyayangkan bahwa kesadaran berolahraga di masyarakat luas masih minim.

Dorong Solusi untuk Peningkatan Aktivitas Fisik Nasional

Untuk mengatasi krisis gerak ini, Kemenkes menekankan pentingnya penyelenggaraan lebih banyak kompetisi olahraga. Ini diharapkan dapat memicu pertumbuhan klub-klub olahraga, menciptakan lebih banyak tempat latihan, dan bahkan membuka peluang kerja di bidang olahraga. "Kalau ada kompetisi olahraga, pasti banyak tumbuh klub olahraga, begitu tumbuh klub olahraga, banyak tempat-tempat latihan dan tentunya nanti banyak pekerjaan juga yang bisa diserap juga di bidang olahraga," ujar Maria.

Maria juga menyoroti kebutuhan akan pengembangan bidang sport medicine atau kesehatan olahraga yang memiliki potensi besar untuk tumbuh. Dengan meningkatnya aktivitas olahraga masyarakat, Kemenkes meyakini akan ada dampak positif signifikan pada tingkat kesehatan nasional. "Ini (sport medicine) menjadi ruang untuk tumbuh yang masih sangat besar. Jadi, kalau dari kami, tentu Kemenkes sangat diuntungkan kalau dari kesehatan ya, apabila masyarakat Indonesia itu tingkat aktivitas olahraganya makin banyak melalui klub-klub olahraga atau tempat-tempat berlatih olahraga supaya masyarakat kita nanti semakin sehat," pungkasnya.